Posted by : Sagala Aya
Saturday, October 18, 2014
Kesempatan Kedua
Naruto © Masashi Kishimoto
Genre: Romance/Fantasy
Rate: T
Summary: Apa yang akan kau lakukan jika Tuhan memberimu kesempatan kedua dan mengembalikanmu ke masa lalu?
Warning: AR: Dalam penyerangan Pain ke Konoha, ending dari
pertarungan diubah. Pain tidak menghidupkan kembali korban yang mati dan
ada beberapa perubahan cerita yang lain, baca aja biar jelas. AT: Time
travel.
Chapter 1
-Kembali Ke Masa Lalu-
Desa itu sekarang sudah hancur berantakan. Tidak ada satu pun bangunan
yang luput dari kehancuran, semua nyaris rata dengan tanah. Pertarungan
antara Pain dan Naruto beberapa saat lalu benar-benar menjadikan
Konohagakure sebuah medan perang yang hanya menyisakan kehancuran dan
kesedihan.
Naruto telah berhasil mengalahkan Pain dalam pertarungan itu. Tapi bukan
kebahagiaan yang ia dapatkan. Melainkan kesedihan, penyesalan, dan
kepedihan yang bercampur menjadi satu.
Disanalah dia sekarang, di antara bangunan-bangunan yang hancur,
diantara mayat-mayat para pahlawan yang membela Konoha. Tubuhnya
bergetar memeluk tubuh lain yang tak berdaya, tubuh seorang kunoichi
yang rela mengorbankan dirinya untuk Naruto. Kulit putih gadis itu sudah
tergantikan dengan warna merah darah. Mata lavendernya terpejam menahan
sakit.
"Kenapa kamu lakukan ini Hinata?"
Hinata membuka matanya dan menemukan lelaki pirang itu dihadapannya,
memeluknya dengan erat. Pipinya merona. "Na-naruto-kun... syukurlah
ka-kamu selamat."
Sungguh baru kali ini Naruto memeluknya. Ironisnya ini terjadi saat ia
merasa hidupnya tidak lama lagi. Mungkin ini akan jadi pelukan pertama
dan terakhirnya dengan Naruto. Ditatapnya wajah Naruto yang terlihat
khawatir. Hinata mencoba menunjukkan senyum terbaiknya kepada Naruto.
"Bodoh.. Di saat seperti ini kamu masih mementingkan keadaanku, sekarang
yang lebih penting itu keadaanmu," kata Naruto memegang erat tangan
Hinata. Nada khawatirnya terlihat jelas dalam kata-katanya.
"..." Hinata hanya kembali tersenyum sambil menahan rasa gugupnya.
Bahkan di saat seperti ini, rasa gugupnya saat berhadapan dengan Naruto
tidak juga hilang.
"Kita harus segera mencari ninja medis," kata Naruto semakin khawatir.
"Ti-dak usah.." Hinata menggeleng pelan dan membalas pegangan tangan Naruto.
"Kenapa?" Naruto menatap Hinata dengan tatapan bingung bercampur sedih.
"A-aku merasa waktuku ti-dak lama la-gi." kata Hinata terbata-bata.
"Jangan bilang begitu Hinata! Kita harus..." Hinata menahan tangan
Naruto saat Naruto berusaha mengangkat tubuhnya. Naruto bingung harus
apa, ia tidak tega melihat Hinata kesakitan seperti ini. Walaupun Hinata
menyembunyikan rasa sakitnya, tapi Naruto tau itu.
"Tidak, Na-naruto-kun.. kita disini saja."
"Tapi..." Di sisi lain Naruto juga tidak mau menolak kemauan Hinata yang ingin tetap disini.
"A-aku ingin.. uhuk-uhuk..." Hinata terbatuk, darah segar mengalir
keluar dari mulutnya. Dia menggigit bibir bawahnya menahan rasa sakit.
"Hinata?" Naruto kembali panik melihat keadaan Hinata.
"Aku ingin.. ingin.. ber-berdua sa-ja dengan-mu disaat terakhir ini.." Wajah Hinata kembali merona saat mengatakan itu.
"Hinata..." Mendengar pernyataan Hinata, Naruto tidak bisa berkata
apa-apa lagi, tatapannya melembut. Dipeluknya Hinata lebih erat. Entah
apa yang dilihat Hinata dari dirinya sampai rela berbuat seperti ini.
Apa dirinya begitu berharga untuk Hinata? Begitu berhargakah sampai
mengorbankan nyawa pun ia mau? Naruto hanya bisa menatap Hinata dengan
tatapan sedih.
"Ja-jangan sedih, ini bu-kan Naruto-kun yang ku-kenal.." Hinata masih
saja tersenyum. Seolah dia sama sekali tidak merasakan rasa sakit.
"Hinata.. bisa-bisanya.. kamu lakukan ini.. Pain itu kuat, tapi kamu malah... Kenapa? Kenapa Hinata?"
"Dari awal aku 'kan sudah bilang, aku.. aku ti-dak menyesal jika harus
mati de-demi Naruto-kun.." Lagi-lagi Naruto dibuat heran, kenapa Hinata
rela mati demi dirinya? Disaat semua orang ketakutan melihat betapa
kuatnya Pain, Hinata malah datang membantunya. Tidak memperdulikan
kekuatan Pain yang berada jauh diatas dirinya.
"Tapi tetap saja, aku tidak mau gara-gara aku kamu jadi seperti ini," kata Naruto pelan, merasa bersalah.
"Tidak apa-apa.. uhuk-uhuk…" Kali ini darah keluar lebih banyak dari mulut Hinata.
"Hinataa!" Naruto kembali panik melihat Hinata.
"Naruto-kun.., a-ku.. " Hinata mencoba mengumpulkan tenaganya yang tersisa.
"Jangan bicara lagi Hinata, simpan tenagamu."
"Na-ruto-kun.. A-aku .. Aku menyayangimu..." Akhirnya kalimat itu
terucap untuk kedua kalinya dari bibir Hinata hari itu. Kalimat
sederhana namun bermakna kompleks. Kalimat terakhir yang diucapkan
Hinata sebelum tubuhnya tergolek tak berdaya, sebelum mata lavender
indah itu menutup. Naruto terbelalak, tubuhnya mendadak lemas.
"Hinata.. Hinata? Hinataaa! Bangun Hinata! Hinataaa!" Akhirnya cairan
bening itu turun juga dari mata saphire Naruto. Dia sudah tidak kuat
menahan rasa sedihnya. Diguncangnya tubuh tak bernyawa Hinata, berharap
itu akan membuat Hinata bangun. Tapi percuma. Itu tidak berguna.
Dipeluknya kembali tubuh Hinata. Naruto berpikir kadang Tuhan itu tidak
adil. Disaat ada seseorang yang benar-benar peduli kepadanya, Tuhan
malah mengambil nyawa orang itu.
"Hinata, Hinata…. Hiks. Hinata, kamu tau? Seumur hidup belum pernah ada
orang yang mengorbankan nyawanya untukku. Kamu yang pertama Hinata. Aku…
Aku tidak tau ini cinta atau apa. Tapi yang jelas disini rasanya
sakit." Naruto memegang dadanya. Merasakan sakit yang luar biasa disana.
"Apa ini rasanya kehilangan orang yang disayangi? Jawab aku Hinata.
Hiks..."
Hinata selalu memberikan perhatian padanya. Saat di academy, ujian
chuunin, dan saat misi bersama. Naruto sadar, dia sama sekali tidak
pernah membalas perhatian Hinata. Bahkan untuk sekedar ngobrol dengan
Hinata saja dia jarang. Tapi sekarang semuanya sudah terlambat. Tidak
akan ada lagi Hinata yang selalu memperhatikannya. Tidak akan ada lagi
Hinata yang wajahnya merona merah saat berada didekatnya. Naruto kembali
terisak saat mengingat memori-memori itu.
"Kamu jahat Hinata, kamu pergi tanpa sempat mendengar jawabanku.
Setidaknya dengar dulu jawabanku. Aku juga menyayangimu Hinata-chan…
Jadi kembalilah padaku. Aku masih ingin menghabiskan waktu denganmu.
Tuhan, kenapa Kau begitu kejam? Aku belum sempat membalas kebaikan
Hinata-chan, tolong putar kembali waktuku ya Tuhan. Aku ingin memulai
dari awal. Tolong... " Saat itu kepala Naruto mendadak pusing. Kepalanya
seakan berputar-putar. Rasanya sakit bukan main, Naruto tidak kuat dan
terjatuh di samping Hinata. Tangannya masih menggenggam tangan Hinata.
Kemudian pandangannya gelap, dan kesadarannya menghilang.
"Hinata-chan…"
Naruto POV
"HINATA-CHAN… HINATA-CHAAAANNN!" Aku membuka mataku dan mendapati cahaya matahari masuk ke jendela kamarku.
Huh? Aku dimana? Ini apartemen ku. Kenapa aku disini? Hinata-chan..
Dimana Hinata-chan? Oh, bayangan Hinata-chan masih teringat jelas di
otakku. Kesedihan kembali menghampiriku. Aku mungkin telah melewatkan
upacara pemakamannya. Aku harus mengunjungi makamnya sekarang juga. Aku
berusaha bangun dari kasur. Ukh, tapi rasa sakit di kepalaku belum juga
hilang.
Dengan susah payah aku berjalan menuju kamar mandi. Semoga air dingin
bisa membantu meringankan sakit di kepalaku. Samar-samar aku melihat
diriku di cermin. Tunggu! Ada yang aneh…
Kubasuh mukaku dengan air dan kugosok mataku agar mendapat pandangan yang lebih jelas ke cermin.
Oh tidak, ini... Kenapa tubuhku kecil? Ini.. Ini tubuhku saat…
Aku berlari menuju kalender di samping tempat tidurku. Rasa sakit di
kepalaku tidak aku pedulikan. Kulihat tanggal yang ditampilkan kalender
itu, dan itu membuat jantungku ingin loncat dari tempatnya. Ini tidak
mungkin... Hari ini... Tanggal ini...
Aku membuka jendela kamarku dan memperhatikan keadaan di luar. Keadaan
rumah penduduk, orang-orang yang berlalu-lalang, patung Hokage, semuanya
berubah.
Aku... Aku kembali ke masa lalu, kembali ke 4 tahun yang lalu...
To Be Continue...